Mbak Susi Indigo ya? Itu pertanyaan yang sering saya dengar. Dan jawaban jujur saya adalah TIDAK. Saya biasa saja, tak punya keahlian khusus di bidang yang berkaitan dengan supernatural. Meski mungkin juga saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Itu bisa saja terjadi karena sejak tahun 2004 lalu, saya 2 x dipinang menjadi murid dukun tanpa saya paham apa alasan dibalik pinangan tersebut.
Saya suka film horor, itu pasti. Saya suka berburu film horor (bukan thriller, please bedakan yang ini) dengan rating yang bagus. Saya suka film horor yang murni, tanpa banyak kekerasan dan tubuh tercabik. Menonton film thriller semacam ini, jujur saja, sangat mengganggu kewarasan saya selama beberapa hari. Saya sering sulit tidur jika memaksa nonton film jenis Final Destination. Jadi, meski saya bilang saya suka film horor, jangan suguhkan film horor Asia yang meremas, mencabik, menjambak, memotong tubuh.
Saya takut pada luka, dan otak saya sulit menenangkan ketakutan yang terlanjur akut. Contoh kecil, saat ini ada kucing liar yang jatuh dan kakinya patah. Percaya atau tidak, sejak melihat kucing ini, saya perlu seharian untuk menghentikan keliaran otak saya menyajikan aneka adegan kaki patah, hancur, terlindas, dan macam-macam sehingga saya begitu ketakutan. Itu kucing terluka, bagaimana jika manusia? Saya sering jatuh terduduk ketika datang ke pengrajin yang jarinya patah kena gergaji. FYI, selama di Jepara, saya sudah bertemu laki-laki tanpa jari atau jari terpotong gergaji ketika memotong kayu. Please... jangan tanya atau sarankan film horor yang berdarah-darah, karena saya mundur sebelum menontonnya, kecuali rating film horornya di atas 7 karena rating film horor termasuk sangat pelit. Jadi, di bagian jenis horor ini, sudah clear, ya.
![]() |
Senja Indigo dari Miriadna |
Kembali ke masalah indigo di atas. Saya serius, saya bukan indigo. Ketika saya kecil, saya sering tindihan dan dipermainkan kodam gaman yang disimpan Almarhum Bapak saya. Beliau dulu penganut kejawen yang senang semedi di tempat angker untuk menaklukkan penunggunya demi gaman. Tak hanya bapak, pakde saya juga demikian, malah dia lebih sakti. Saya ingat waktu kecil, beberapa kali bergelut dengan jin yang masuk ke dalam tubuh saya. Namun sejak Ibu marah besar dan mengancam Bapak, suasana rumah menjadi anteng. Seakan semua kengerian terhapus. Maka saya tumbuh menjadi gadis normal kembali. Ketika Bapak meninggal, Kodam dan genderuwo mulai mengakrabi rumah kembali tetapi tidak mengganggu.
Sejak menikah, saya dan suami beberapa kali pindah rumah. Ingin mandiri, dan menciptakan rumah tangga Sakinah Mawaddah Warrahmah yang kami impikan. Setiap pertama kali tinggal, kami membuat syukuran dengan tetangga sekitar rumah, makan ingkung bersama habis isya'. Tengah malamnya, saya seing didatangi yang Mbaurekso desa, mungkin untuk melihat siapa kami. Lebih sering saya hanya diam terpaku melihatnya mendekat. Tak lama, dia akan menghilang dan tak terlihat lagi sampai kami pindah rumah. Hanya saya yang melihatnya, suami tidak. Kami sering kontrak rumah di desa yang memang, masih ada beberapa warga yang melakukan ritual khusus untuk Sang Mbaurekso alias penguasa kampung ini. Jadi, itu semacam perkenalan singkat saja. Oh ya, saya pernah mengontrak rumah yang penghuni satu-satunya baru saja diperingati 40 hari kematiannya. Acara Nyatus (100 hari) dan mendak (setahun) dilakukan di rumah kontrak kami itu. Yo ndakpapa, memang itu rumah almarhum. Daripada kosong lama dan harga sewanya sangat murah. Hmm.... selama menikah ini, saya sudah mengalami 4 x pindah rumah. Hehehe.. kontraktor ya.
Usia saya sudah melewati 1/3 abad. Menurut saya wajar jika selama kurun waktu selama itu, saya mengalami beberapa peristiwa supranatural. Misalnya bangun tengah malam di kos karena boneka yang saling bercerita bersautan seperti cerita saya di sinopsis Paranormal Activity : The Ghost Dimention. Atau 2 x peristiwa bertemu wanita berwajah rata seperti spoiler saya di film Occulus. Cerita saya ketika dipermainkan penunggu rumah di posting Cerita Seram itu juga asli terjadi. Di rumah itu saya belajar tetap cool meski dipermainkan. Lokasi rumah tersebut bersebelahan dengan masjid.
Inti cerita saya kali ini apa, sih?
Saya ingin menegaskan bahwa saya bukan indigo. Hanya orang biasa yang kebetulan dekat dengan beberapa peristiwa supranatural. Itu saja. Kalau kita berdekatan dengan penjual sate, sudah wajar jika bau sate intens di sekitar rumah, demikian juga dengan peristiwa semacam ini.
Sekali lagi, saran saya, jika tidak berbakat melihat hal gaib, jangan takut, swear. Selama hidup saya, hanya puluhan kali saya bersinggungan dengan makhluk dimensi lain tersebut. Selama hampir 12 tahun menikah dengan saya dan tinggal di rumah berpenghuni tak kasat mata, tak pernah sekalipun suami melihat wujud makhluk yang berlalu lalang di depan kita itu. See... itu bukti nyata (betapa kebalnya suami saya atau malah betapa tertutupnya mata keenam dia, ups... untung dia bukan tipe pemarah jika diolok-olok semacam ini). Dan sekali lagi, saya bukan indigo, Cuma orang biasa saja yang kebetulan suka dengan film tentang hantu.